Kamis, 09 Juni 2011

Cedera pada Limpa

Limpa merupakan organ abdomen yang paling sering mengalami cedera akibat trauma tumpul; cedera limpa terjadi pada seperempat dari trauma tumpul organ visera. Lebih kurang 30 sampai 40 persen pasien dengan cedera limpa menunjukkan tekanan sistolik dibawah 100 mmHg. Tanda-tanda lain yang sangat meyakinkan adanya cedera limpa yaitu: riwayat cedera yang walaupun ringan, diikuti oleh nyeri abdomen terutama kuadran kiri atas; nyeri bahu kiri; dan sinkop. Elevasi tungkai ditempat tidur atau tekanan pada regio subkostal kiri kadang kala menimbulkan nyeri pada puncak bahu kiri. Ciri diagnostik termasuk: peningkatan atau penurunan hematokrit, leukositosis Iebih dari 15.000, foto rontgen yang memperlihatkan fraktur iga kiri bawah, letak lambung bergeser, gambaran tepi limpa menghilang. Pada kasus meragukan dilakukan parasentesis abdominal dan bilasan peritoneum diagnostik yang sangat membantu menegakkan diagnosis.

Saat ini CT scan merupakan prosedur pilihan baik untuk pasien anak maupun dewasa. Angka ruptur limpa yang lambat adalah kurang dari 1 persen dari lebih 600 orang pasien.

Penatalaksanaan
Akhir-akhir ini perbaikan limpa secara operatif maupun terapi non-operatif menjadi populer, baik di pusat perawatan anak-anak atau orang dewasa, karena angka infeksi pasca splenektomi yang berlebihan (overwhelming post splenectomy infection = OPSI) cukup bermakna pada anak-anak, tapi tercatat lebih rendah pada orang dewasa. Terapi pada anak berdasar penggolongan umur merupakan metode terapi pilihan. Sembilan puluh persen anak ditangani tanpa operasi. Prinsip yang sama sekarang diterapkan pada orang dewasa dengan tingkatan yang lebih besar. Tiga puluh satu persen gagal dalam observasi, kemudian perlu dilakukan operasi untuk mengatasi perdarahan.

Bila terapi operasi harus dipilih, splenorafi dapat dilakukan dengan memberikan zat-zat hemostatik topikal, dijahit, atau splenektomi parsial cedera devaskularisasi. Kontraindikasi tindakan penyelamatan limpa ialah kondisi pasien yang tidak stabil, avulsi limpa, atau fragmentasi yang luas dan ccdera pembuluh darah hilus yang luas serta kegagalan mencapai hemostasis.

Pendekatan rasional pada masalah ini adalah pemeliharaan limpa pada pasien-pasien tertentu secara hati-hati saat operasi. Prosedur ini termasuk (1) laserasi kapsul yang tidak berdarah, tidat'perlu diterapi, (2) pemakaian kolagen mikrofibril atau zat-zat lain untuk laserasi kecil dengan perdarahan sedikit, (3) jahitan untuk cedera yang luas, (4) splenektomi parsial untuk cedera yang tidak melibatkan hilus. Seperti yang direkomendasikan Traub dan Perry, kontraindikasi tindakan penyelamatan limpa adalah: ( 1 ) pasien yang tidak stabil karena discrtai dengan cedcra besar lain, (2) avulsi limpa atau fragmentasi yang luas, (3) kegagalan mencapai hemostasis. Kontraindikasi relatif termasuk kontaminasi peritoneal oleh cedera usus yang bersamaan, dan ruptur limpa yang sakit.
Banyak penulis menganjurkan pemberian penisilin profilaksis setelah splenektomi sampai anak berusia 5 tahun, bahkan beberapa sampai rcmaja. Vaksinasi pneumokokus dan H. influenza juga dianjurkan setelah splenektomi. Pasien tanpa limpa harus segera dibawa ke dokter ketika mulai demam. Mortalitas setelah splenektomi berkisar 10%, terutama tergantung pada terdapatnya cedera lain, mekanisme cedera, umur pasien, adanya syok saat masuk perawatan.

Pustaka
Intisari Prinsip Prinsip Ilmu Bedah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar