Kamis, 14 April 2011

Farmakodinamik & Farmakokinetik Eritromisin

Eritromisin, turunan dari bakteri seperti jamur, Streptomyces erythraeus, pertama kali diperkenalkan pada awal tahun 1950an. Eritromisin menghambat sintesis protein. Dalam dosis rendah sampai sedang, that ini mempunyai efek bakteriostatik, dan dengan dosis tinggi, efeknya bakterisidal. Eritromisin dapat diberikan melalui oral atau intravena. Karena asam lambung merusak obat, berbagai garam eritromisin (contoh etilsuksinat, stearat, dan estolat) dipakai untuk mengurangi disolusi (pecah menjadi partikel-partikel kecil) di dalam lambung dan memungkinkan absorpsi terjadi pada usus halus. Untuk pemakaian intravena, senyawa, eritromisin laktobionat dan eritromisin gluseptat, dipakai untuk meningkatkan absorpsi obat.

Eritromisin aktif melawan hampir semua bakteri gram positif, kecuali Staphylococcus aureus, dan cukup aktif melawan beberapa bakteri gram negatif. Obat ini sering diresepkan sebagai pengganti penisilin. Obat ini merupakan obat pilihan untuk pneumonia akibat mikoplasma dan penyakit Legionnaire.

Farmakokinetik
Preparat eritormisin oral diabsorpsi dengan baik melalui saluran gastrointestinal. Obat ini tersedia untuk pemberian intravena, tetapi harus diencerkan dalam 100 mL salin atau dekstrosa 5% dalam larutan air untuk mencegah flebitis atau rasa terbakar pada tempat suntikan. Obat ini mempunyai waktu paruh yang singkat dan efek pengikatan pada proteinnya sedang. Obat ini diekskresikan ke dalam empedu, feses, dan sebagian kecil, dalam urin. Karena jumlah yang diekresikan ke dalam urin sedikit, maka insufisiensi ginjal bukan merupakan kontraindikasi bagi pemakaian eritromisin.

Farmakodinamik
Eritromisin menekan sintesis protein bakteri. Mula kerja dari preparat oral adalah 1 jam, waktu untuk mencapai puncak adalah 4 jam, dan lama kerjanya adalah 6 jam.

Efek Samping dan Reaksi yang Merugikan
Efek samping dan reaksi yang merugikan dari eritromisin adalah gangguan gastrointestinal, seperti mual dan muntah, diare, dan kejang abdomen. Reaksi alergi terhadap eritromisin jarang terjadi. Hepatotoksisitas (toksisitas hati) dapat terjadi jika that dipakai bersama obat-obat hepatotoksik lainnya, seperti asetaminofen (dosis tinggi), fenotiazin, dan sulfonamid. Eritromisin estolat (Ilosone), nampaknya lebih mempunyai efek toksik pada liver dibandingkan dengan eritormisin lainnya. Kerusakan hati biasanya bersifat reversibel jika obat dihentikan. Eritromisin tidak boleh dipakai bersama klindamisin atau linkomisin karena mereka bersaing untuk mendapatkan tempat reseptor.

Pustaka
Farmakologi Oleh Joyce L. Kee, Evelyn R. Hayes

Tidak ada komentar:

Posting Komentar