Kwashiorkor merupakan kumpulan klinis gejala edema dan gizi kurang. Keadaan ini paling sering terlihat pada anak-anak balita (di bawah usia 5 tahun) dan biasanya disertai dengan iritabilitas (keadaan rewel), anoreksia, serta ulserasi pada kulit. Iritabilitas merupakan perubahan status mental secara patologis dan menjadikan pemberian makan kepada penderita kwashiorkor sebagai tugas yang menantang. Perubahan metabolisme terjadi lebih berat pada kwashiorkor, dan Case fatality rate (CFR) pada keadaan ini lebih tinggi dibandingkan pada marasmus. Kwashiorkor pertama kali dikenali di Afrika Barat pada tahun 1930-an di antara anak-anak yang disapih (penghentian pemberian AS1) dan pada mulanya dianggap sebagai keadaan defisiensi air susu. Kemudian, para pakar mengemukakan bahwa kwashiorkor merupakan keadaan defisiensi protein dari makanan; akan tetapi, bukti yang ada menunjukkan bahwa hipotesis ini masih kurang kuat. Sejumlah data yang terbaru menunjukkan bahwa kwashiorkor dapat terjadi karena kehilangan antioksidan yang menyertai defisiensi energi dari makanan. The Wellcome Trust Working Party dalam tahun 1970 mendefinisikan marasmus dengan kriteria berat badan menurut usia yang berada di bawah 70% dari standar internasional, dan mendefinisikan kwashiorkor sebagai keadaan terdapatnya edema dengan berat badan menurut usia di bawah 80% dad standar tersebut. Jika gejala edema dan pelisutan berat terjadi bersama-sama, keadaan ini dinamakan kwashiorkor marasmik dan prognosis kwashiorkor-marasmik lebih buruk daripada prognosis marasmus atau kwashiorkor saja. Gambaran klinis kwashiorkor marasmik serupa dengan gambaran klinis kwashiorkor.
Pustaka
Gizi kesehatan Masyarakat Oleh Michael J. Gibney, dkk
Tidak ada komentar:
Posting Komentar