Rabu, 17 Oktober 2012

Retardasi mental & angka prevalensinya

Retardasi mental menerangkan keadaan fungsi intelektual umum bertaraf subnormal yang dimulai dalam masa perkembangan individu dan yang berhubungan dengan terbatasnya kemampuan belajar maupun penyesuaian diri proses pendewasaan individu tersebut atau kedua-duanya (Nelson, 2000).

Angka kejadian pada retardasi mental itu cukup banyak terutama di negara yang sedang berkembang dan merupakan dilema atau penyebab kecemasan keluarga, masyarakat, dan negara. Diperkirakan kejadian retardasi mental berat di negara yang sedang berkembang sekitar 0,3% dari seluruh populasi dan hampir 3% mempunyai IQ di bawah 70. Sebagai sumber daya tentunya mereka tidak bisa dimanfaatkan karena 0,1% dari kelompok anak ini memedukan perawaran, bimbingan, serta pengawasan sepanjang hidupnya (Swaiman dalam Tumbang Anak, Soetjiningsih, 1994).

Hasil penelitian Triman Prasedio (1980) mengemukakan angka pravalensi retardasi mental di Indonesia adalah 3%, hasil penelitian ini diperkirakan suatu angka yang tinggi. Sebagai perbandingan di Prancis angka prevalensinya adalah 1,5-8,6% dan di Inggris 1-8% (laporan WH0 yang dikutip Triman Prasedio). Statistik menunjukkan bahwa di Indonesia didapatkan 10-30 dari 1.000 penderita yang mengalami tuna grahita, terdapat 1.750.000-5.250.000 jiwa menderita tuna grahita. Melalui data demologi dilaporkan bahwa 34,39% pengunjung Puskesmas berusia 5-15 tahun menunjukkan gangguan mental emosional.

Masalah retardasi mental ini terkait dengan semua belah pihak terutama keluarga atau orang tuanya. Keluarga merupakan tempat tumbuh kembang seorang individu, maka keberhasilan pembangunan sangat ditentukan oleh kualitas dari individu yang terbentuk dari norma yang dianut dalam keluarga sebagai patokan berperilaku setiap hari. Lingkungan keluarga secara langsung berpengaruh dalam mendidik seorang anak karena pada saat lahir dan untuk masa berikutnya yang cukup panjang anak memerlukan bantuan dad keluarga dan orang lain untuk melangsungkan hidupnya. Keluarga yang mempunyai anak cacat akan memberikan suatu perlindungan yang berlebihan pada anaknya sehingga anak mendapatkan kesempatan yang terbatas untuk mendapatkan pengalaman yang sesuai dengan tingkat perkembangannya.

Semakin bertambahnya umur anak retardasi mental maka para orang tua harus mengadakan penyesuaian terutama dalam pemenuhan kebutuhan anak tersebut sehari-harinya. Agar nantinya mereka tidak mempunyai ketergantungan yang berkepanjangan sehingga akan menimbulkan permasalahan seperti isolasi sosial yang tidak menyenangkan. Peran keluarga secara optimal diharapkan dapat memandirikan anak retardasi mental dalam hal memenuhi kebutuhan dirinya sendiri.

Pengertian retardasi mental adalah suatu kondisi yang ditandai oleh intelegensi yang rendah yang menyebabkan ketidakmampuan individu untuk belajar dan beradaptasi terhadap tuntutan masyarakat atas kemampuan yang dianggap normal (Soetjiningsih, 1994).

Anak tidak mampu belajar dan beradaptasi karena intelegensi yang rendah, biasanya IQ di bawah 70. Anak dengan retardasi mental akan mengalami gangguan perilaku adaptasi sosial, yaitu di mana anak mengalami kesulitan menyesuaikan diri dengan masyarakat sekitarnya, tingkah laku kekanak-kanakan tidak sesuai dengan umurnya. Retardasi mental ini memiliki kriteria sebagai berikut:
1. fungsi intelektual umum di bawah normal (umumnya di bawah 70),
2. terdapat kendala dalam perilaku adaptif sosial,
3. gejalanya timbul dalam masa perkembangan, yaitu di bawah usia 18

Pustaka
Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dgn Gangguan Sistem Persarafan Oleh Arif Muttaqin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar