Rabu, 16 Februari 2011

Tipe Kepribadian dan Depresi

Semenjak zaman Hippokrates telah diasumsikan bahwa penyakit merupakan perkembangan dari karakteristik-karakteristik pra-abnormal (premorbid characteristics), dan banyak ahli teori menganut pandangan tersebut (Arieti & Bemporad, 1978). Istilah premorbid berarti "sebelum menjadi sakit." Apabila depresi itu merupakan perkembangan dari karakteristik-karakteristik kepribadian praabnormal, maka timbul pertanyaan, "tipe kepribadian khusus manakah yang menimbulkan depresi?" Pertanyaan ini penting karena jawabannya mungkin bisa membantu kita memahami depresi dan dapat mengidentifikasikan dengan cepat individu-individu yang memiliki kemungkinan besar menderita depresi. Akan tetapi, sulit sekali meneliti pengaruh dari kepribadian praabnormal pada depresi berikutnya karena kita jarang memperoleh informasi yang lengkap mengenai individu-individu sebelum mereka mengalami depresi; dan apabila kita meneliti mereka sesudah sembuh dari suatu periode depresi, maka kita mungkin melihat pengaruh-pengaruh sesudah mengalami depresi.

Karena depresi itu sering merupakan masalah yang terjadi berulang-ulang, maka kadang-kadang episode depresi sebelumnya diinterpretasikan sebagai dasar untuk suatu episode yang berikutnya; dan dengan demikian, menghasilkan suatu gagasan bahwa suatu "kepribadian depresif' menghasilkan suatu gangguan depresif. Akan tetapi, dewasa ini pada umumnya orang menerima bahwa depresi yang ringan tidak dapat dijadikan dasar untuk depresi patologik yang berikutnya (Akiskal, et al., 1983).

Suatu karakteristik kepribadian pra-abnormal yang rupanya berperan dalam perkembangan depresi adalah introversi (Akiskal, et al., 1983; Hirschfeld, et al., 1983). Introversi mungkin ikut menyebabkan depresi karena individu yang introvert mungkin kurang mendapat dukungan sosial dan menggunakan strategi-strategi yang kurang efektif untuk menangani stres; dan faktor-faktor tersebut membuat individu-individu lebih mudah diserang oleh pengaruh-pengaruh stres yang dapat menimbulkan depresi.
Ada bukti bahwa perbedaan-perbedaan dalam kepribadian bisa mempengaruhi pola simtom yang berkembang. Juga ditunjukkan bahwa para wanita yang obsesif dan mengalami depresi, dengan demikian prihatin akan kehilangan kontrol, memiliki kemungkinan yang lebih besar dalam memperlihatkan simtom-simtom agitasi dan kelihatannya mengalami depresi yang lebih hebat dibandingkan dengan para wanita yang mengalami depresi meskipun tidak obsesif (Lazare & Klerman, 1968).

Sebagai kesimpulan dapat dikatakan, tidak ada bukti yang kuat bahwa setiap sifat kepribadian tertentu yang pra-abnormal menimbulkan depresi secara langsung. Akan tetapi, sifat-sifat kepribadian pra-abnormal bisa ikut menyebabkan secara tidak langsung perkembangan depresi dengan menciptakan lingkungan-lingkungan interpersonal (dukungan sosial kurang, stres kehidupan) yang dapat menyebabkan depresi. Selanjutnya, karakteristik-karakteristik kepribadian pra-abnormal dapat mempengaruhi gambaran simtom yang berkembang.

Pustaka
Kesehatan Mental 2 Oleh Drs.Yustinus Semiun, OFM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar